Feb 25,
'08 9:54 PM
untuk semuanya |
Hari telah
larut malam. Suasana sangat hening, dan semua insan telah lelap dalam tidurnya.
Yang terdengar hanyalah suara binatang malam yang bersahut-sahutan. Tiba-tiba
keheningan malam itu terpecahkan oleh suara tangisan seorang bayi dari sebuah
rumah. Sang ibu yang tengah terlelap dalam tidurnya pun bergegas bangun dan
menghampiri buah hatinya. Rasa kantuk yang menggelayuti tidak dihiraukannya.
“Oh.. adik
pipis ya?” ibu itu berkata sendiri sambil mengganti pakaian bayinya yang telah
basah.
Setelah itu sang ibu pun mendekap anaknya agar berhenti menangis dan tertidur kembali. Tak lama kemudian si kecil pun tertidur kembali. Sedangkan ibu tadi, meskipun telah berusaha untuk tidur, namun matanya tak mau dipejamkan hingga fajar pun tiba.
Pengalaman
seperti ini kerap sekali dialami oleh seorang ibu yang mempunyai momongan
kecil, dan hampir semua ibu pernah mengalaminya.
Dari sini
cobalah kita kembali merenungkan, betapa besarnya penderitaan seorang ibu.
Bagaimana beratnya beliau ketika mengandung anaknya selama berbulan-bulan.
Betapa sakitnya beliau ketika melahirkan anaknya, dan betapa berat dan susahnya
beliau ketika menyusui. Ia jaga dan pelihara buah hatinya lebih dari menjaga
kesehatan dan keselamatan dirinya sendiri.
Ketika anaknya
lapar, ia menyuapinya dengan penuh kesabaran. Ketika malam telah larut dan
dingin, sang ibu pun meninabobokan si kecil dalam buaiannya. Dengan penuh kasih
sayang ia menimangnya.
Allah Ta’ala
berfirman:
حَمَلَتْهُ
أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً
“ibunya mengandungnya dalam keadaan susah yang bertambah-tambah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula)” (Al Ahqaaf: 15)
Curahan cinta
dan kasih sayangnya dilimpahkan tanpa pamrih kepada buah hatinya agar sang anak
tetap gembira dan bahagia. Segala macam rintangan diterjangnya dengan jerih
payah yang tanpa pamrih. Semua ini dilakukan hanya untuk melindungi anaknya dan
untuk menghantarkan puteranya agar sukses dalam meraih kebahagiaan.
Tangan sang ibu
telah banyak memberi arti dalam tiap lembar kehidupan anaknya. Saat sang buah
hati ketakutan dalam gelapnya malam, sang ibu pun mendekapnya dengan penuh
perlindungan dan kasih sayang. Dibisikannya kalimat-kalimat tauhid yang akan
tetap terukir indah dalam hatinya, “Jangan engkau takut wahai anakku, bukan
gelapnya malam yang pantas engkau takuti akan tetapi Allah Tuhan sekalian
manusia. Nah sekarang hilangkanlah ketakutan itu karena Allah Maha Melihatmu
dan pasti akan melindungimu”. Bisikan-bisikan itulah yang telah memberi
ketenangan dan menumbuhkan keberanian pada jiwa anaknya.
Begitu pula
ketika dilanda duka karena banyaknya problematika yang tidak bisa dipecahkan
ketika anaknya telah beranjak dewasa. Sang ibu dengan penuh kesabaran
mendengarkan setiap permasalahan yang sedang dihadapinya. Dengan penuh
perhatian ibu pun memberikan motivasi kepada kita agar dalam hidup jangan
sampai ada kata menyerah dan putus asa. Sungguh itulah yang akan membuat sang
anak menjadi tegar dan bergembira. Lihatlah betapa besarnya jasa ibu kepada
anaknya.
Sekarang coba
kita renungkan kembali segala tingkah laku dan sikap kita kepada ibu. Perbuatan
yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Seringkali kita membuat hati
ibu kita menjadi sedih dengan bantahan-bantahan kecil yang mungkin bagi kita
itu biasa saja tanpa meninggalkan luka, namun sebenarnya sangat manyakitkan
bagi ibu kita.
Padahal, beliau
telah mengasuh kita sejak masih bayi dan memelihara kita hingga kita beranjak
dewasa. Semua jerih payah ibu telah kita minum dann rengguk sepuasnya. Bila
kita sakit di malam hari, hati ibu pun gelisah lantaran sakit yang kita derita.
Ibu pun tak bisa memejamkan mata, seakan-akan beliau sendiri yang merasakan sakitnya.
Air mata beliau pun mengucur deras, hatinya takut jika kita dijemput maut.
Tetapi kini
setelah kita dewasa dan meraih apa yang kita citakan, kita balas dengan
perbuatan yang sebaliknya. Seolah kita yang telah memberikan jasa dan kebaikan
kepadanya. Kita perlakukan ibu bagaikan seorang pembantu dan tetangga jauh.
Bahkan kadang kita menyalahkan dan bersikap kasar dengan membentaknya.
Apakah pantas
kita berbuat seperti itu? Pantaskah kita mengabaikan dan menyiakan segala kasih
sayang dan penderitaan ibu kita selama ini? Beliau hidup susah di akhir
hayatnya tanpa ada yang memelihara dan menyantuninya. Tegakah kita
membiarkannya hidup bersama orang lain karena kita enggan dan malu untuk
merawatnya?
Wahai
saudaraku, begitu besar jasa ibu kepada kita dan tidak mungkin kita akan bisa
membalas dengan sepenuhnya.
وَوَصَّيْنَا
الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ
كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ
وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ
الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً
تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ
الْمُسْلِمِينَ
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dalam keadaan susah yang bertambah-tambah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya
adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai
empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan
supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. Berilah kebaikan
kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku
bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah
diri”. (Al Ahqaaf: 15)
وَقَضَى
رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا
أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia . (Al Israa’:
23)
وَاخْفِضْ
لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا
رَبَّيَانِي صَغِيراً
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil”.” (Al Israa’: 24)
Wahai
saudaraku, janganlah kita hanya bisa menangis saat teringat akan ibu-ibu kita.
Tapi tunjukkanlah wujud bakti kita kepada mereka. Ingatlah, tidak ada kata terlambat
untuk memulainya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar